"curahan hati sang kekasih"

"kasih kau telah pergi tinggalkan diriku.. kini ku sendiri menjalani hidup tanpa dirimu kemana kah kau pergi ... diriku di sini menanati saat kedatngan mu kembali.. hidup ini tak berarti tanpa dirimu,hampa rasanya .. tak kan ada lagi canda tawa mu .... "di setiap senyuman manis wajah mu... kembailah kasih ku.... kan ku peluk dirimu dengan kehangatan... cinta dan kasih sayang ku pada mu..

Senin, 24 Juni 2013

Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional



Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah:
Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional
Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI.
Ø Tantangan Implementasi Wasantara
1. Pemberdayaan Masyarakat
John Naisbit dalam bukunya Global Paradox menyatakan negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya. Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan peranan dalam bentuk aktivitas dan partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara maju dengan Buttom Up Planning, sedang untuk negara berkembang dengan Top Down Planning karena adanya keterbatasan kualitas sumber daya manusia, sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN. Kondisi nasional (Pembangunan) yang tidak merata mengakibatkan keterbelakangan dan ini merupakan ancaman bagi integritas. Pemberdayaan masyarakat diperlukan terutama untuk daerah-daerah tertinggal.
2. Dunia Tanpa Batas
a. Perkembangan IPTEK Mempengaruhi pola, pola sikap dan pola tindak masyarakat dalam aspek kehidupan. Kualitas sumber daya Manusia merupakan tantangan serius dalam menghadapi tantangan global.
b. Kenichi Omahe dalam bukunya Borderless Word dan The End of Nation State menyatakan : dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang makin individual. Untuk dapat menghadapi kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintah pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Perkembangan Iptek dan perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan dunia tanpa batas dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, mengingat perkembangan tsb akan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Era Baru Kapitalisme
a. Sloan dan Zureker dalam bukunya Dictionary of Economics menyatakan Kapitalisme adalah suatu sistim ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk mencapai laba guna diri sendiri.
Di era baru kapitalisme,sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas-aktivitas secara luas dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat sehingga diperlukan strategi baru yaitu adanya keseimbangan.
b. Lester Thurow dalam bukunya The Future of Capitalism menyatakan : untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance) antara paham individu dan paham sosialis.
Di era baru kapitalisme, negara-negara kapitalis dalam rangka mempertahankan eksistensinya dibidang ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan menggunakan isu-isu global yaitu Demokrasi, Hak Azasi Manusia, Lingkungan hidup.
4. Kesadaran Warga Negara
a. Pandangan Indonesia tentang Hak dan Kewajiban Manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
b. Kesadaran bela negara Dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan non fisik untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas KKN, menguasai Iptek, meningkatkan kualitas SDM, transparan dan memelihara persatuan.
Dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam dibandingkan pada perjuangan fisik.
Prospek Implementasi Wawasan Nusantara Berdasarkan beberapa teori mengemukakan pandangan global sbb:
1. Global Paradox menyatakan negara harus mampu memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
2. Borderless World dan The End of Nation State menyatakan batas wilayah geografi relatif tetap, tetapi kekuatan ekonomi dan budaya global akan menembus batas tsb. Pemerintah daerah perlu diberi peranan lebih berarti.
3. The Future of Capitalism menyatakan strategi baru kapitalisme adalah mengupayakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat serta antara negara maju dengan negara berkembang.
4. Building Win Win World (Henderson) menyatakan perlu ada perubahan nuansa perang ekonomi, menjadikan masyarakat dunia yang lebih bekerjasama, memanfaatkan teknologi yang bersih lingkungan serta pemerintahan yang demokratis.
5. The Second Curve (Ian Morison) menyatakan dalam era baru timbul adanya peranan yang lebih besar dari pasar, peranan konsumen dan teknologi baru yang mengantar terwujudnya masyarakat baru.
Dari rumusan-rumusan diatas ternyata tidak ada satupun yang menyatakan tentang perlu adanya persatuan, sehingga akan berdampak konflik antar bangsa karena kepentingan nasionalnya tidak terpenuhi. Dengan demikian Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap valid baik saat sekarang maupun mendatang, sehingga prospek wawasan nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global.
Dalam implementasinya perlu lebih diberdayakan peranan daerah dan rakyat kecil, dan terwujud apabila dipenuhi adanya faktor-faktor dominan : keteladanan kepemimpinan nasional, pendidikan berkualitas dan bermoral kebangsaan, media massa yang memberikan informasi dan kesan yang positif, keadilan penegakan hukum dalam arti pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Keberhasilan Implementasi Wasantara Diperlukan kesadaran WNI untuk :
1. Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
2. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang.
Agar ke-2 hal dapat terwujud diperlukan sosialisasi dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.

Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan, Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan, Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, Pengertian Bangsa dan Negara, dan Hak dan kewajiban warga Negara


 

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan tidak sampai di waktu sekolah saja, tetapi di perguruan tinggi pun kita wajib mempelajari pendidikan kewarganegaraan kembali. Karena  melalui pendidikan kewarganegaraan kita dapa mengetahui serta menyadari semangat para pejuang-pejuang bangsa terdahulu dalam memperoleh kemerdekaan dengan begitu sulitnya hingga titik darah pengahabisan dalam memeperjuangkannya.
Begitu banyak sekali manfaat yang bisa kita pdapatakn dari pendidikan kewarganegaraan seperti etika, moral, norma dan masih banyak lagi yang bisa kita pelajari. Dewasa ini Banyak sekali kalangan-kalangan yang tidak dapat memahami betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan, contoh nyatanya terlihat dalam diri mahasiswa yang sering kali bentrok pada saat berdemonstrasi dengan para aparat hukum. Padahal mengaku seorang mahasiswa yang berpengetahuan dan berakhlak tinggi, namun berperilaku seperti tidak mencerminkan seorang mahasiswa semana mestinya. Dari kejadiaan ini kita dapat menyimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
Landasan hukum dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dijelaskan dalam sebagai berikut yaitu :
1. Pertama tertuang dalam UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945      : Alinea kedua dan keempat ( meliputi cita-cita, tujuan, aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaan).
b. Pasal 27 ayat 1                    : Kesamaan kedudukan warga negara didalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 ayat 3                    : Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya warga negara.
d. Pasal 30 ayat 1                    : Hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 ayat 1                    : Hak warga Negara mendapatkan pendidikan.
2. UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen DIKTI Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok pengembangan kepribadian dan perguruan tinggi.
C. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Ada beberapa tujuan dalam pendidikan kewarganegaraan, yang meliputi beberapa hal yaitu:
1.      Supaya mahasiswa dapat saling menghargai dan menghormati antar sesama baik yang berbeda agama, ras, ataupun suku.
2.      Supaya mahasiswa dapat menguasai permasalahan yang ada di bidang politik, hukum, ataupun HAM.
3.      Supaya mahasiswa dapat memiliki sikap tenggang rasa, saling menghormati, dan cinta terhadap tanah air sendiri yaitu Republik Indonesia.
4.      Supaya mahasiswa dalam menghadapi suatu masalah dapat berpikir jernih, memikirkan dampak jangka panjangnya dan kritis.
5.      Supaya mahasiswa menjadi warga Negara yang baik dan mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar selalun tetap utuh selamanya.

D. Pengertian Bangsa dan Negara
Berdasarkan pengetahuan banyak sekali para ahli yang memberikan pendapatnya mengenai pengertian Bangsa dan Negara , diantaranya adalah sebagai berikut:
*Pengertian Bangsa :
1. Menurut Hans Khon
Bangsa adalah hasil dari tenaga hidup manusia dalam sejarah.


2. Menurut Ernest Renan
Bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari dua hal, yaitu rakyat yang harus bersama-sama menjalankan satu riwayat, dan rakyat yang kemudian harus mempunyai kemauan untuk menjadi satu.
3. Menurut Otto Bauer
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai kesamaan karakter.
4. Menurut F. Ratzel
Bangsa adalah kelompok yang terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat tersebut timbul karena adanya rasa kesatuan antar manusia dan tempat tinggalnya.
5. Menurut Jacobsen dan Lipman
Bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity) dan kesatuan politik (political unity).
6. Menurut Anthony D.Smith
Bangsa adalah suatu komunitas manusia yang memiliki nama, menguasai suatu tanah air, memiliki mitos-mitos dan sejarah bersama, budaya publik bersama, perekonomian tunggal, dan hak serta kewajiban bersama bagi semua anggotanya.
7. Menurut Benedict Anderson
Bangsa adalah suatu komunitas politik yang terbayang dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.
*Pengertian Negara :
1. Menurut George Jellink
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu.
2. Menurut G.W.F Hegel
Negara adalah organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
3. Menurut Mr. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena adanya kehendak dari suatu golongan atau bangsa.
4. Menurut Karl Marx
Negara adalah alat kelas yang berkuasa untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain.
5. Menurut Logeman
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya. Organisasi itu adalah ikatan-ikatan fungsi atau lapangan-lapangan kerja tetap.
6. Menurut Roger. F. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama rakyat.
7. Menurut Aristoteles
Negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaik–baiknya.
E. Hak dan kewajiban warga Negara
Menurut Prof. Dr. Notonegoro pengertian Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan terus menerus oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Sedangkan kewajiban berasal dari kata wajib. Menurut Prof. Dr. Notonegoro wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh daripada hak warga Negara yaitu :
1.      Kita sebagai warga Negara yang berdemokrasi bebas mengeluarkan aspirasi dan pendapat.
2.      Mendapatkan pekerjaan yang layak agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3.      Memperoleh pendidikan yang bermutu agar rakyat Indonesia menjadi cerdas dan berintelektual.
4.      Kita sebagai warga Negara mendapatkan perlindungan hukum agar tidak terjadi tindak kekerasan.
Sedangkan Contoh dari kewajiban warga Negara adalah:
1.      Kita sebagai warga Negara harus mempertahankan kedaulatan dan bela Negara dari serangan musuh yang dapat menghancurkan Negara.
2.      Kita sebagai warga Negara harus menghargai hak orang lain.
3.      Kita sebagai warga Negara harus wajib membayar pajak untuk memperlancar pembangunan.
4.      Kita sebagai warga Negara harus mematuhi peraturan lalu lintas agar bisa tertib dan aman saat mengendarai kendaraan.
5.      Kita sebagai warga Negara harus membantu korban bencana di Negara kita sendiri.
6.      Wajib belajar agar menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas.

Sumber : Pendidikan Kewarganegaraan Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2005

WAWASAN NUSANTARA DAN LATAR BELAKANG FILOSOFIS


WAWASAN NASIONAL
Wawasan Nasional, yang di Indonesia disebut sebagai Wawasan Nusantara, pada dasarnya merupakan cara pandang terhadap bangsa sendiri. Kata “wawasan” berasal dari kata “wawas” yang bearti melihat atau memandang (S. Sumarsono, 2005).
Setiap Negara perlu memiliki wawasan nasional dalam usaha menyelenggarakan kehidupannya. Wawasan itu pada umumnya berkaitan dengan cara pandang tentang hakikat sebuah Negara yang memiliki kedaulatan atas wilayahnya. Fokus pembicaraan pada unsur kekuasaan dan kewilayahan disebut “geopolitik”.
Dalam konteks teori, telah berkembang beberapa pandangan geopolitik seperti dilontarkan oleh beberapa pemikir di bawah ini dalam S. Sumarsono (2005, hal 59-60)
·      Pandangan/ajaran Frederich Ratzel
·      Negara merupakan sebuah organisme yang hidup dalam suatu ruang lingkup tertentu, bertumbuh sampai akhirnya menyusut dan mati
·      Negara adalah suatu kelompok politik yang hidup dalam suatu ruang tertentu.
·      Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya sebuah bangsa tidak bisa lepas dari alam dan hukum alam.
·      Semakin tinggi budaya suatu bangsa maka semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
·      Pandangan/ajaran Rudolf Kjellen
·      Negara merupakan suatu organisme biologis yang memiliki kekuatan intelektual yang membutuhkan ruang untuk bisa berkembang bebas.
·      Negara merupakan suatu sisem politik (pemerintahan)
·      Negara dapat hidup tanpa harus bergantung pada sumber pembekalan dari luar. Ia dapat berswasembada dan memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologinya sendiri untuk membangun kekuatannya sendiri.

LATAR BELAKANG FILOSOFIS WAWASAN NUSANTARA
Wawasan Nusantara merupakan sebuah cara pandang geopolitik Indonesia yang bertolak dari latar belakang pemikiran sebagai berikut ((S. Sumarsono, 2005)
·                     Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila
·                     Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia
·                     Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia
·         Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila menjadikan Pancasila sebagai dasar pengembangan Wawasan Nusantara tersebut. Setiap sila dari Pancasila menjadi dasar dari pengembangan wawasan itu.
·         Sila 1 (Ketuhanan yang Mahaesa) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati kebebasan beragama
·         Sila 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati dan menerapkan HAM (Hak Asasi Manusia)
·         Sila 3 (Persatuan Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
·         Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang dikembangkan dalam suasana musyawarah dan mufakat.
·         Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia menjadikan wilayah Indonesia sebagai dasar pengembangan wawasan itu. Dalam hal ini kondisi obyektif geografis Indonesia menjadi modal pembentukan suatu negara dan menjadi dasar bagi pengambilan-pengambilan keputusan politik. Adapun kondiri obyektif geografi Indonesia telah mengalami perkembangan sebagai berikut.
·         Saat RI merdeka (17 Agustus 1945), kita masih mengikuti aturan dalam Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 di mana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia.
·         Dengan aturan itu maka wilayah Indonesia bukan merupakan kesatuan
·         Laut menjadi pemisah-pemecah wilayah karena Indonesia merupakan negara kepulauan
·         Indonesia kemudian mengeluarkan Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957) berbunyi: ”…berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Indonesia, dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman in bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia….”
·         Jadi, pulau-pulau dan laut di wilayah Indonesia merupakan satu wilayah yang utuh, kesatuan yang bulat dan utuh
·         Indonesia kemudian mengeluarkan UU No 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang berisi konsep kewilayahan Indonesia menurut Deklarasi Djuanda itu
·         Maka Indonesia mempunyai konsep tentang Negara Kepulauan (Negara Maritim)
·         Dampaknya: jika dulu menurut Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 luas Indonesia adalah kurang lebih 2 juta km2 maka menurut Deklarasi Djuanda dan UU No 4/prp Tahun 1960 luasnya menjadi 5 juta km2 (dimana 65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan)
·         Pada 1982, Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III mengakui pokok-pokok asas Negara Kepulauan (seperti yang digagas menurut Deklarasi Djuanda)
·         Asas Negara Kepulauan itu diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law af the Sea)
·         Dampak dari UNCLOS 1982 adalah pengakuan tentang bertambah luasnya ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia
·         Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17 Tahun 1985 (tanggal 31 Desember 1985)
·         Sejak 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara dan menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
·         Perjuangan selanjutnya adalah perjuangan untuk wilayah antariksa nasional, termasuk GSO (Geo  Stationery Orbit)
·         Jadi wilayah Indonesia adalah (Prof. Dr. Priyatna dalam S. Sumarsono, 2005, hal 74)
·         Wilayah territorial 12 mil dari Garis Pangkal Laut
·         Wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil dari Pangkal Laut
·         Wilayah ke dalam perut bumi sedalam 40.000 km
·         Wilayah udara nasional Indonesia setinggi 110 km
·         Batas antariksa Indonesia
·         Tinggi = 33.761 km
·         Tebal GSO (Geo  Stationery Orbit) = 350 km
·         Lebar GSO (Geo  Stationery Orbit) = 150 km
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia menjadikan keanekaragaman budaya Indonesia menjadi bahan untuk memandang (membangun wawasan) nusantara Indonesia. Menurut Hildred Geertz sebagaimana dikutip Nasikun (1988), Indonesia mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Adapun menurut Skinner yang juga dikutip Nasikun (1988) Indonesia mempunyai 35 suku bangsa besar yang masing-masing mempunyai sub-sub suku/etnis yang banyak.
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia menunjuk pada sejarah perkembangan Indonesia sebagai bangsa dan negara di mana tonggak-tonggak sejarahnya adalah:
·         20 Mei 1908 = Kebangkitan Nasional Indonesia
·         28 Okotber 1928 = Kebangkitan Wawasan Kebangsaan melalui Sumpah Pemuda
·         17 Agustus 1945 = Kemerdekaa Republik Indonesia

PENGERTIAN WAWASAN NUSANTARA
Pengertian Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut
·         Menurut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pada tahun 1993 dan 1998: Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional
·         Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara yang dibuat di LEMHANAS 1999: Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang sebaberagam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional
Konsep tentang Wawasan Nusantara merupakan pengembangan dan sintesa dari konsep-konsep sebagai berikut
·         Konsep ”Wawasan Benua” yang dikembangkan TNI AD RI
·         Konsep ”Wawasan Bahari” yang dikembangkan TNI AL RI
·         Konsep ”Wawasan Dirgantara” yang dikembagkan TNI AU RI
·         Konsep ”Wawasan Hankamnas” yang dikembangkan untuk menjaga kekompakan ABRI
·         Konsep ini adalah hasil Seminar Hankam I tahun 1966 yang diberi nama ”Wawasan Nusantara Bahari” di mana dijelaskan bahwa ”Wawasan Nusantara merupakan konsepsi dalam memanfaatkan segala dorongan (motives) dan rangsangan (drives) dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa dan tujuan negara Indonesia”.
·         Pada Raker Hankam tahun 1967 ”Wawasan Hankamnas” dijadikan sebagai ”Wawasan Nusantara”
·         Pada 1973 Wawasan Nusantara dijadikan Ketetapan MPR No IV/MPR/1973 tentang GBHN dalam Bab II Huruf E.
Landasan Wawasan Nusantara adalah
·         Landasan Idiil = PANCASILA
·         Landasan Konstitusional = UUD 1945
Unsur dasar Konsepsi Wawasan Nusantara ada 3 yaitu (S Sumarsono, 2005, hal 85)
·         WADAH (CONTOUR). Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meluputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya.
·         ISI (CONTENT). Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
·         TATA LAKU (CONDUCT). Adalah hasil interaksi antara ”wadah” dan ”isi” yang terdiri dari tatalaku batiniah dan lahiriah.
Asas-asas Wawasan Nusantara adalah (S Sumarsono, 2005, hal 87)
·         Kepentingan yang sama
·         Keadilan
·         Kejujuran
·         Solidaritas
·         Kerjasama
·         Kesetiaan

KEDUDUKAN, FUNGSI, TUJUAN
Kedudukan Wawasan Nusantara berada di dalam HIRARKI PARADIGMA NASIONAL sebagai berikut (S Sumarsono, 2005, hal 87)
·         Hirarki I = Landasan Idiil = PANCASILA sebagai falsafah, ideologi bangsa, dasar negara
·         Hirarki II = Landasan Konstitusional = UUD 1945
·         Hirarki III = Landasan Visional = Wawasan Nusantara
·         Hirarki IV = Landasan Konsepsional = Ketahanan Nasional
·         Hirarki V = Landasan Operasional = GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
Fungsi Wawasan Nusantara adalah sebagai pedoman, motivasi, dorongan, dan rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggaraan negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (S Sumarsono, 2005, hal 90)
Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan NASIONALISME yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku, atau daerah (S Sumarsono, 2005, hal 90)

SIKAP & KONTRIBUSI KRISTEN: SUATU PENGANTAR
Dikutip dari buku Haryadi Baskoro berjudul ”Panggilan menjadi Agen-agen Transformasi” (Yogyakarta: Pena Persada, 2009).
Alkitab menandaskan bahwa transformasi tidak hanya bisa terjadi pada level individu, tetapi juga masyarakat-bangsa. Perubahan tidak eksklusif pada individu. Kasih Tuhan ditujukan juga kepada komunitas, suku, bangsa, dan keseluruhan dunia yang berdosa ini (Santoso, 2003). Hal itu sangat jelas dari perintah Yesus: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua BANGSA murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20).
Tuhan berjanji akan “memulihkan negeri” (heal the land). Hal ini berbicara tentang transformasi yang hendak Tuhan kerjakan dalam kehidupan sebuah masyarakat, kota, atau bangsa. Janji Tuhan untuk memulihkan negeri itu pernah disampaikan-Nya dengan jelas ketika menampakkan diri kepada raja Salomo: “Dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta MEMULIHKAN NEGERI mereka” (2 Taw 7:14).
Tuhan bukan hanya memperhatikan pribadi lepas pribadi, tetapi juga komunitas lepas komunitas. Kota demi kota. Bangsa demi bangsa. Kerinduan Tuhan untuk menyelamatkan sebuah komunitas (masyarakat) terlihat dalam kasus dua kota. Pertama, kota Sodom yang jahat dan najis. Tuhan berkata kepada Abraham bahwa Ia tidak akan menghukum (memusnahkan) kota itu jika ada minimal 10 orang benar yang ada di kota tersebut (Kej 18:32). Meskipun pada akhirnya Sodom (dan Gomora) dihukum karena tidak memenuhi kuota yang disyaratkan itu, Tuhan sudah menyatakan kepedulian-Nya atas masyarakat tersebut.
Kedua, kota (bangsa) Niniwe. Melalui nabi Yunus, Tuhan mengultimatum hukuman untuk kota Niniwe. Demikian Firman-Nya, “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan!” (Yun 3:4). Apa yang dilakukan orang-orang Niniwe? Ternyata mereka, dari raja sampai seluruh rakyatnya, percaya kepada Tuhan, bertobat, dan berdoa puasa (Yun 3:5-9). Maka Tuhan pun tidak jadi menghukum kota itu. Alkitab mencatat: “Ketika Tuhan melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka MENYESAL-lah Tuhan karena malapetaka yang telah dirancankan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak melakukannya (Yun 3:10).
Pencabutan hukuman itu membuat Yunus kecewa (Yun 4:1). Tapi Tuhan justru menegaskan bahwa Ia mengasihi kota Niniwe, kata-Nya, “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari 120 ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yun 4:11). Rupanya Yunus justru ingin Niniwe dihukum sebab Niniwe (Asyur) adalah musuh Israel. Kebencian itu muncul karena rasa nasionalisme Yunus. Namun, di sini justru Tuhan menyatakan cintanya akan bangsa-bangsa.

SUMBER : http://christiancitizenship.wordpress.com/2009/11/02/g-wawasan-nusantara/